perempuandan anak laki-laki-anak perempuan. Struktur keluarga besar terdiri dari ayah, ibu, anak, keluarga asal ayah, dan keluarga asal ibu. Anggota keluarga besar berasal dari lebih dari dua generasi. pola hubungannya bersifat tryadic, misalnya hubungan antara kakek-ayah- anak perempuan, kakek-ibu-anak laki-laki. nenek-ibu-anak. Dinamika
8 Fungsi Rekreatif. Agar di dalam keluarga tidak kaku, keluarga juga harus berfungsi untuk memberikan ketenangan, kenyamanan jiwa, dan suasana damai dalam keluarganya. Rekreatif di sini, sebuah keluarga tidak harus selalu merayakan pesta atau berekreasi di luar rumah. Namun, bisa dilakukan dengan cara yang sederhana.
trasnsportsperma dengan aktifitasnya pada otot polos saluran reproduksi pria dan wanita, berperan pada menstruasi, ovulasi, berkontribusi pada persiapan bagian plasenta ibu, dan berkontribusi pada saat melahirkan (partus). Sexual Intercourse/ Coitus/ Kopulasi Antara Pria dan Wanita Siklus respons seksual secara fisiologi terbagi menjadi 4 fase: 1.
Liputan6com, Jakarta Keintiman antara dua orang rupanya bisa dipercepat dengan saling menjawab pertanyaan personal, demikian menurut studi psikologi Arthur Aron. Seperti dilansir dari New York Times, ada 36 pertanyaan yang dibagi dalam tiga seri, yang bisa memunculkan perasaan cinta pada dua orang yang menjawabnya.
Jadirasio perbandingan siswa perempuan lebih besar dari pada siswa laki - laki, tetapi tahun demi tahun jumlah siswa laki - laki terus meningkat. Namun secara keseluruhan, tetap jumlah siswa perempuan lebih banyak dari pada siswa laki - laki. Aku adalah siswa kelas XI, dan dikelasku rasio perbandingan perempuan dan laki laki adalah 7:3.
Ituyang dinamakan hubungan seks, dan itu hanya boleh dilakukan oleh pria dan wanita yang telah menikah. Pada Usia Menjelang Remaja Ciri-ciri inilah yang mencerminkan di mana cara si Cewek akan berbicara kepada kamu dan keluargamu nantinya. Ingat pada jaman sekarang tidak jarang ditemukan di jalan0jalan, mal, pasar, sekolah, tempat kerja
. Sejak masa pertumbuhan, anak laki-laki dan perempuan memasuki masa remaja remaja pada umur yang berbeda, di mana perempuan cenderung mengalami pubertas lebih awal. Perbedaan tersebut terus berlanjut hingga dewasa dan memasuki masa lansia. Laki-laki dan perempuan memiliki pola pertumbuhan yang berbeda dari segi fisik, mental, dan kapasitas emosional. Berikut beberapa perbedaan yang dapat ditemukan dari laki-laki dan perempuan seiring dengan pertambahan usia. 1. Laki-laki terlihat lebih muda dibandingkan perempuan Dari segi penampilan, pertambahan usia sudah pasti akan menyebabkan perubahan pada kulit seseorang. Perempuan lebih rentan mengalami berbagai kerutan di wajah memasuki usia dewasa hingga lansia, meskipun baik laki-laki dan perempuan mengalami penurunan kadar kolagen dengan jumlah yang tidak jauh berbeda pada umur 30 tahun. Hal ini dikarenakan sifat kulit dari laki-laki yang menua secara perlahan sehingga cenderung menjadi kurang rentan terhadap penuaan. Hormon testosteron pada laki-laki juga berperan meningkatkan ketebalan kulit dan kepadatan kolagen. Kulit pada laki-laki juga cenderung lebih kuat dan lembap karena lebih sering terpapar asam laktat dari keringat yang dihasilkan. 2. Laki-laki mengalami penurunan massa otot lebih dahulu Meskipun pertambahan berat badan pada umumnya dipengaruhi oleh asupan dan aktivitas, namun terdapat perbedaan pola pertambahan berat badan antara laki-laki dan perempuan. Massa otot pada laki-laki akan menurun lebih awal dibandingkan perempuan yaitu pada umur 50 tahun. Hal ini disebabkan hormon testosteron yang cenderung mengalami penurunan sehingga tidak dapat mempertahankan massa otot. Sedangkan pada perempuan, berat badan mengalami penurunan setelah umur 65 tahun yang disebabkan penurunan massa otot, namun hal ini tidak terlalu dipengaruhi penurunan hormon. 3. Perbedaan tingkat kebahagiaan Berdasarkan suatu penelitian, pada usia lanjut laki-laki cenderung lebih bahagia dibandingkan perempuan. Proporsi lansia yang merasa sangat bahagia pada penelitian tersebut lebih besar pada kelompok laki-laki 25% dibandingkan perempuan 20%. Sebaliknya pada kelompok perempuan, proporsi individu yang sangat bahagia terdapat pada indivdidu dengan usia yang lebih muda.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pada dasarnya, manusia diciptakan terdiri dari laki-laki dan perempuan. Setiap dari keduanya memilki peranan yang berbeda. Ada banyak sekali tugas dan juga hal yang tidak bisa dilakukan oleh laki-laki dan hanya bisa dilakukan perempuan, dan sebaliknya. Hal ini menimbulkan batasan-batasan yang timbul dalam masyarakat tentang kedua gender ini. Batasan ini mencakup semua hal yang berkaitan dengan masing-masing gender persoalan kehidupan asmara, seorang laki-laki pada umumnya akan menyatakan terlebih dahulu perasaan yang berkecamuk dalam hatinya. Mungkin karena seorang laki-laki yang memang lebih leluasa untuk melakukan hal-hal yang diinginkan dan juga laki-laki memang dituntut untuk banyak bergerak. Dalam agama pun dijelaskan bahwasannya laki-laki merupakan pemimpin dari akan menimbulkan definisi yang berkaitan dengan tanggung jawab yang besar atas apa yang dipimpinnya. Oleh karena itu seorang laki-laki dituntut untuk banyak bergerak demi pertanggung jawabannya terhadap apa yang ia pimpin yakni perempuan. Bukan karena laki-laki adalah pemimpin dan memikul beban tanggung jawab yang sangat besar, perempuan pun jika dikaitkan dengan masalah rumah tangga juga harus memiliki tanggung jawab. Tanggung jawab yang harus dimiliki perempuan meliputi berbakti pada suami dan juga memberikan pengajaran pertama pada anaknya dengan baik. Tanggung jawab perempuan juga harus mejaga kehormatan dirinya agar tidak merugikan dirinya yang terlalu banyak bertingkah karena menuruti keinginan semata, tak akan ada seorang laki-laki baik yang mendekatinya untuk dijadikan istri. Karena seburuk-buruk perilaku seorang laki-laki, ia ingin memiliki istri yang berbakti untuk merubah segala kesalahan yang pernah dilakukan selama hidupnya. Laki-laki akan berubah ketika ia mencintai seorang wanita. Perubahan ini terutama pada perilaku dan juga kebiasaannya. Ia akan berusaha menjadi sebaik mungkin dihadapan wanita laki-laki menginginkan wanita yang anggun dan juga baik. Mereka ingin sesosok wanita yang menjadi panutan bagi anak-anaknya. Oleh karena itu banyak laki-laki baik yang tidak suka denganwanita yang terlalu banyak tingkah. Wanita yang tidak banyak tingkah akan selalu diidamkan banyak pria. Karena pria tidak ingin apabila wanitanya menjadi tontonan oleh pria lainnya. Bagi laki-laki seorang wanita bukan hanya pelengkap dalam kehidupannya, akan tetapi juga sangat berpengaruh dalam status sosialnya. Seorang wanita yang baik akan mengangkat derajat sosial laki-laki yang menjadi pasangan hidupnya. Hal ini terjadi secara alami dalam kehidupan masyarakat demikian terjadi sebaliknya, apabila laki-laki tak banyak bertingkah ia tak akan banyak tau wanita mana yang baik untuk dijadikan istrinya. Laki-laki memang melihat wanita dri penampilan fisiknya, akan tetapi untuk urusan istri mereka sangat berharap agar wanitanya berperilaku baik. Wanita juga memiliki kriteria dalam menerima ataupun menolak laki-laki yang mendekatinya. Kebanyakan wanita tidak memandang fisik dari laki-laki yang akan dijadikan suaminya akan tetapi tanggung jawab laki-laki tersebut yang mereka inginkan. Ketidaktampanan laki-laki bagi wanita akan dimaklumi karena kemapanannya. Karena kemapanan seorang pria merupakan jaminan bagi wanita untuk memilki cinta yang berkualitas. Lihat Catatan Selengkapnya
Apakah Dalam Keluargamu Ada Perubahan Peran Laki Laki Dan Perempuan – Keluarga dianggap sebagai tempat yang paling aman dan nyaman bagi kebanyakan orang. Keluarga adalah tempat dimana kita dapat mencari perlindungan, kedamaian, dan cinta. Di dalam keluarga, peran laki-laki dan perempuan sangat penting. Mereka memiliki tugas yang berbeda, dan mereka berkolaborasi untuk menciptakan suasana yang harmonis di dalam keluarga. Dahulu, peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga sangat kental dan konvensional. Laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah dan pemimpin rumah tangga, sementara perempuan dianggap sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga dan membesarkan anak-anak. Namun, seiring berjalannya waktu, peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah mengalami perubahan. Dalam keluarga saya, peran laki-laki dan perempuan juga telah berubah. Ibuku, misalnya, adalah seorang ibu rumah tangga yang kuat dan mandiri. Ia mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan membesarkan anak-anak dengan baik. Sementara itu, ayah saya adalah seorang pencari nafkah dan juga ikut serta dalam beberapa pekerjaan rumah tangga. Selain itu, ayah saya juga tidak malu untuk membantu ibu saya dalam membesarkan anak-anak. Ayah saya juga selalu setia membantu ibu saya dalam membuat keputusan-keputusan penting bagi keluarga. Dengan demikian, dalam keluarga kami, laki-laki dan perempuan bekerja sama dan mengambil bagian dalam menciptakan suasana yang harmonis. Perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah menyebabkan perubahan sosial, budaya, dan ekonomi di seluruh dunia. Dengan laki-laki dan perempuan yang saling bekerja sama dan mengambil bagian dalam menjalankan rumah tangga, keluarga menjadi lebih kuat dan stabil. Ini telah membantu dalam pembangunan masyarakat dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman. Meskipun telah banyak perubahan dalam peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga, penting untuk diingat bahwa tidak ada satu cara yang paling benar untuk menjalankan sebuah keluarga. Setiap keluarga akan memiliki cara mereka sendiri untuk mengatur dan mengelola tugas-tugas dalam keluarga. Dengan begitu, setiap keluarga dapat mencapai tujuan mereka dan membangun keluarga yang kuat dan harmonis. Penjelasan Lengkap Apakah Dalam Keluargamu Ada Perubahan Peran Laki Laki Dan Perempuan1. Peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah berubah seiring berjalannya waktu. 2. Di keluarga saya, ibu adalah seorang ibu rumah tangga yang mandiri dan kuat, sementara ayah juga ikut serta dalam beberapa pekerjaan rumah tangga. 3. Ayah saya juga tidak malu untuk membantu ibu saya dalam membesarkan anak-anak dan membuat keputusan-keputusan penting bagi keluarga. 4. Perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah menyebabkan perubahan sosial, budaya, dan ekonomi di seluruh dunia. 5. Tidak ada satu cara yang paling benar untuk menjalankan sebuah keluarga, karena setiap keluarga akan memiliki cara mereka sendiri untuk mengatur dan mengelola tugas-tugas dalam keluarga. 6. Dengan laki-laki dan perempuan yang saling bekerja sama dan mengambil bagian dalam menjalankan rumah tangga, keluarga menjadi lebih kuat dan stabil. 1. Peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah berubah seiring berjalannya waktu. Keluarga adalah salah satu institusi yang paling kuat dalam masyarakat, dan sebagai tempat untuk mendapatkan dukungan dan pengalaman kehidupan yang berharga. Sebagai tempat yang paling penting bagi kehidupan sosial, keluarga telah dihadapkan dengan berbagai perubahan, termasuk perubahan peran laki-laki dan perempuan. Seiring berjalannya waktu, peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah berubah secara signifikan. Sebelumnya, peran laki-laki dalam keluarga lebih ditujukan untuk menyediakan kebutuhan keluarga dan menjadi pendukung utama. Mereka dianggap sebagai kepala keluarga yang membuat keputusan penting untuk keluarga dan juga menjadi penyangga utama keluarga. Peran perempuan biasanya lebih terbatas pada tugas-tugas domestik dan tanggung jawab mengurus anak. Namun, seiring berjalannya waktu, isi dan struktur peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah berubah. Laki-laki dan perempuan kini memiliki peran yang lebih seimbang dalam berbagai aspek kehidupan keluarga. Laki-laki kini lebih bertanggung jawab untuk menyediakan dan mengurus anak, serta membantu ibu rumah tangga dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Sedangkan peran perempuan telah berkembang, sekarang mereka juga dapat menjadi pendukung utama dan pencari nafkah bagi keluarga. Mereka juga dapat menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan keluarga dan menjadi pendukung utama anggota keluarga lainnya. Kebutuhan keluarga modern yang semakin kompleks dan membutuhkan keterlibatan kedua belah pihak juga memiliki dampak besar terhadap perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Sebagai contoh, laki-laki dan perempuan kini dapat bekerja sama untuk mengurangi beban kerja dan mengatur waktu untuk mencapai tujuan keluarga. Dengan perubahan ini, laki-laki dan perempuan dalam keluarga kini memiliki peran yang lebih seimbang. Mereka dapat bekerja sama untuk menangani masalah dan bertanggung jawab untuk berbagi tugas sehari-hari. Hal ini telah membantu menciptakan keluarga yang lebih harmonis dan sehat. Jadi, perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah terjadi seiring berjalannya waktu. Peran laki-laki dan perempuan kini lebih seimbang dan saling terkait, yang membantu menciptakan keluarga yang lebih harmonis dan sehat. Dengan adanya perubahan ini, masyarakat dapat menikmati manfaat yang lebih baik dari keluarga modern. 2. Di keluarga saya, ibu adalah seorang ibu rumah tangga yang mandiri dan kuat, sementara ayah juga ikut serta dalam beberapa pekerjaan rumah tangga. Keluarga adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Mereka adalah orang-orang yang berdampingan dan saling menghormati satu sama lain. Terutama di dalam keluarga, peran laki-laki dan perempuan akan berbeda. Dalam keluarga saya, ibu adalah seorang ibu rumah tangga yang mandiri dan kuat, sementara ayah juga ikut serta dalam beberapa pekerjaan rumah tangga. Jadi, dalam keluarga kami, ayah dan ibu berbagi tanggung jawab untuk menjaga rumah tangga. Ayah saya adalah seorang pekerja profesional yang bekerja di luar rumah. Dia memiliki pekerjaan yang menuntut banyak waktu dan konsentrasi, sehingga dia jarang ada di rumah. Namun, meskipun dia jarang ada di rumah, dia masih berpartisipasi aktif dalam beberapa pekerjaan rumah tangga. Dia sering membantu ibu saya dengan mencuci piring, menyapu lantai, dan membantu dalam urusan lainnya. Selain itu, dia juga membantu saya dan adik saya dalam beberapa tugas rumah tangga yang lebih berat. Ibu saya adalah seorang ibu rumah tangga yang mandiri dan kuat. Dia menangani semua pekerjaan rumah tangga seperti membersihkan rumah, memasak, membeli barang-barang kebutuhan, dan lain sebagainya. Dia juga bertanggung jawab untuk menjaga keluarga kami dan menjaga anak-anaknya. Dia juga mengatur jadwal keluarga kami dan bertanggung jawab atas semua aktivitas kami. Dalam keluarga saya, ayah dan ibu berbagi tanggung jawab untuk menjaga rumah tangga dan anak-anaknya. Mereka membentuk tim manajemen yang kuat dan berbagi tanggung jawab untuk mencapai tujuan. Ayah saya berpartisipasi aktif dalam beberapa pekerjaan rumah tangga, sementara ibu saya menangani sebagian besar pekerjaan rumah tangga. Ini memungkinkan kami untuk mencapai keseimbangan dalam keluarga kami. Dalam keluarga saya, peran laki-laki dan perempuan telah berubah seiring berjalannya waktu. Ini terutama berlaku untuk ibu saya. Dia telah berhasil menjadi seorang ibu rumah tangga yang mandiri dan kuat. Dia bisa melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri tanpa perlu bantuan ayah saya, meskipun ayah saya masih ikut serta dalam beberapa pekerjaan rumah tangga. Ini menunjukkan bahwa dalam keluarga saya, peran laki-laki dan perempuan telah berubah dan keseimbangan telah tercapai. 3. Ayah saya juga tidak malu untuk membantu ibu saya dalam membesarkan anak-anak dan membuat keputusan-keputusan penting bagi keluarga. Keluarga adalah tempat dimana laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda dan saling melengkapi. Di masa lalu, peran laki-laki dan perempuan di keluarga sangat jelas. Laki-laki berperan sebagai penyangga keluarga dan perempuan berperan sebagai pendukung keluarga. Namun, di era modern ini, peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah berkembang. Di keluarga saya, contohnya, ada perubahan yang cukup signifikan dalam peran laki-laki dan perempuan. Ayah saya adalah sosok yang sangat modern dan melakukan banyak hal untuk membantu ibu saya. Dia selalu berbagi tanggung jawab dalam mengasuh anak-anak. Dia juga menyediakan banyak hal untuk mendukung kebutuhan keluarga. Selain itu, ayah saya juga tidak malu untuk membantu ibu saya dalam membesarkan anak-anak dan membuat keputusan-keputusan penting bagi keluarga. Dia selalu memiliki pandangannya sendiri tentang masalah-masalah keluarga dan menghormati pandangan ibu saya. Dia juga tidak malu untuk menjadi pendengar yang baik dan membantu ibu saya dalam menyelesaikan masalah-masalah keluarga. Ketika saya melihat bagaimana ayah saya berperan dalam keluarga, saya merasa sangat bangga dan terinspirasi. Hal ini telah membantu saya untuk memahami bahwa laki-laki dan perempuan harus saling mendukung dalam keluarga dan memiliki peran yang lebih fleksibel. Oleh karena itu, di keluarga saya, peran laki-laki dan perempuan telah berkembang. Ayah saya membuktikan bahwa laki-laki dan perempuan dapat saling mendukung dan memiliki peran yang berbeda dalam keluarga, dan ini telah menginspirasi saya untuk lebih menghargai peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga. 4. Perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah menyebabkan perubahan sosial, budaya, dan ekonomi di seluruh dunia. Perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah menyebabkan perubahan sosial, budaya, dan ekonomi di seluruh dunia. Ini berarti bahwa keluarga telah mengambil peran penting dalam menentukan sosial, budaya, dan ekonomi di seluruh dunia. Terutama di negara-negara berkembang, perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah membantu meningkatkan kesetaraan gender. Perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah berpengaruh pada sosial, budaya, dan ekonomi di seluruh dunia. Pada awalnya, laki-laki dianggap sebagai pemimpin keluarga, sementara perempuan dianggap sebagai pengurus rumah tangga. Namun, perubahan dalam peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah menyebabkan perempuan mulai mengambil peran lebih aktif dalam keluarga, seperti membantu mencari nafkah dan mengurus keluarga. Hal ini telah membantu meningkatkan kesetaraan gender di seluruh dunia. Perubahan dalam peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga juga telah mempengaruhi budaya dan ekonomi di seluruh dunia. Perempuan yang lebih aktif dalam keluarga telah membantu meningkatkan tingkat partisipasi ekonomi mereka, yang pada gilirannya telah memberikan dampak positif pada perekonomian secara keseluruhan. Para perempuan juga telah mulai mengambil peran yang lebih aktif dalam kebudayaan masyarakat, seperti menjadi pemimpin, ahli politik, dan lainnya. Hal ini telah membantu meningkatkan kesetaraan gender di seluruh dunia. Perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah menyebabkan perubahan sosial, budaya, dan ekonomi di seluruh dunia. Selama bertahun-tahun, laki-laki dianggap sebagai pemimpin keluarga, sementara perempuan dianggap sebagai pengurus rumah tangga. Namun, perubahan dalam peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah membantu meningkatkan kesetaraan gender, mempengaruhi budaya dan ekonomi di seluruh dunia, dan membantu meningkatkan kesetaraan gender di seluruh dunia. Dengan demikian, perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah memiliki dampak yang luar biasa pada sosial, budaya, dan ekonomi di seluruh dunia. 5. Tidak ada satu cara yang paling benar untuk menjalankan sebuah keluarga, karena setiap keluarga akan memiliki cara mereka sendiri untuk mengatur dan mengelola tugas-tugas dalam keluarga. Keluarga merupakan tempat bagi individu untuk tumbuh dan belajar. Setiap keluarga memiliki struktur dan cara berbeda untuk mengatur dan mengelola tugas mereka. Struktur dan cara yang unik ini menciptakan perbedaan dalam cara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan tugas-tugas dalam keluarga. Dalam beberapa keluarga, laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda dan tanggung jawab yang berbeda. Perempuan mungkin bertanggung jawab atas tugas-tugas domestik seperti memasak, mencuci, mengurus anak, membersihkan rumah dan mengurus keuangan. Laki-laki di sisi lain mungkin bertanggung jawab atas pekerjaan luar rumah seperti mencari nafkah dan berperan sebagai pemimpin. Namun, dalam beberapa keluarga, peran laki-laki dan perempuan tidak terbatas pada tugas-tugas yang telah disebutkan di atas. Beberapa keluarga mulai melihat laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama dan sama pentingnya dalam menjalankan tugas-tugas dalam keluarga. Dalam keluarga-keluarga ini, laki-laki dan perempuan mungkin bertanggung jawab atas tugas-tugas luar rumah dan domestik seperti memasak, mencuci, mengurus anak, membersihkan rumah dan mengurus keuangan. Perubahan ini mencerminkan perubahan pandangan masyarakat tentang peran laki-laki dan perempuan. Masyarakat mulai menghargai bahwa laki-laki dan perempuan memiliki potensi yang sama untuk menjalankan tugas-tugas dalam keluarga, dan bahwa mereka harus dihargai dan dihormati sebagai mitra yang setara. Tidak ada satu cara yang paling benar untuk menjalankan sebuah keluarga, karena setiap keluarga akan memiliki cara mereka sendiri untuk mengatur dan mengelola tugas-tugas dalam keluarga. Beberapa keluarga mungkin memiliki peran yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan, sedangkan yang lain mungkin mendorong laki-laki dan perempuan untuk memiliki peran yang sama dan sama penting dalam menjalankan tugas-tugas dalam keluarga. Namun satu hal yang pasti adalah bahwa setiap keluarga harus dihormati dan diterima sebagaimana adanya. 6. Dengan laki-laki dan perempuan yang saling bekerja sama dan mengambil bagian dalam menjalankan rumah tangga, keluarga menjadi lebih kuat dan stabil. Perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam struktur dan dinamika keluarga. Perbedaan tersebut telah menyebabkan perubahan dalam hal bagaimana orang melihat hubungan antara laki-laki dan perempuan, bagaimana orang saling berkomunikasi dan bagaimana orang menangani masalah yang muncul dalam kehidupan keluarga mereka. Pada dasarnya, perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga berimplikasi pada pembagian tugas di rumah, yang merupakan bagian yang sangat penting untuk memastikan keluarga berfungsi dengan baik. Pada masa lalu, laki-laki dianggap sebagai “kepala keluarga” dan bertanggung jawab untuk mencari nafkah, sementara perempuan bertanggung jawab untuk rumah tangga dan mengurus anak-anak. Namun, di zaman modern ini, pembagian tugas telah berubah. Kebanyakan laki-laki saat ini lebih terlibat dalam aspek lain kehidupan keluarga, seperti mengurus anak-anak, membantu dalam pekerjaan rumah tangga, dan menjadi pendengar yang setia bagi istri mereka. Pada saat yang sama, perempuan kini lebih memiliki peluang untuk mengejar karier mereka dan berpartisipasi dalam pekerjaan ekonomi. Dengan begitu, keduanya saling bekerja sama dan berbagi tugas untuk menjalankan rumah tangga. Dengan laki-laki dan perempuan yang saling bekerja sama dan mengambil bagian dalam menjalankan rumah tangga, keluarga menjadi lebih kuat dan stabil. Ini karena mereka dapat mengambil keputusan dan mencapai tujuan bersama. Keduanya juga dapat bertukar pendapat dan bertukar informasi tentang permasalahan yang dihadapi, sehingga pemecahan masalah menjadi lebih mudah. Pembagian tugas yang lebih adil juga dapat membantu meningkatkan kepuasan dan kedekatan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. Ini karena keduanya merasa dihargai dan dihormati karena mereka juga mengambil bagian dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini juga dapat membantu membangun rasa saling percaya di antara pasangan. Perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga juga membantu mengurangi stres yang dialami oleh anggota keluarga. Hal ini karena semua orang memiliki peran yang jelas dalam rumah tangga dan dapat saling membantu satu sama lain. Ini juga memungkinkan anggota keluarga untuk memiliki waktu untuk bersenang-senang bersama dan menikmati kegiatan bersama. Perubahan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga telah menyebabkan perubahan signifikan dalam struktur dan dinamika keluarga. Dengan laki-laki dan perempuan yang saling bekerja sama dan mengambil bagian dalam menjalankan rumah tangga, keluarga menjadi lebih kuat dan stabil. Hal ini juga dapat membantu meningkatkan komunikasi, pemecahan masalah, kepuasan, dan rasa saling percaya antara pasangan. Pembagian tugas yang lebih adil juga dapat membantu mengurangi stres yang dialami oleh anggota keluarga.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. A. Kedudukan Perempuan dalam Keluarga dan MasyarakatKedudukan kaum perempuan di tengah keluarga dan masyarakat dapat menentukan sejauhmana peran yang dapat atau sedang dimainkan oleh perempuan. Ternyata di tengah situasi hidup dan jaman yang selalu berubah, kedudukan perempuan dapat menjadi hambatan dan rintangan bagi perempuan untuk berperan secara penuh di tengah keluarga dan masyarakat. Kedudukan perempuan yang ditempatkan lebih rendah dari kedudukan laki-laki, sekaligus menjadi tantangan bagi kaum perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya di tengah hidup yang menuntut kesetaraan. 1. Perbedaan Kedudukan Laki-Laki dan Perempuan dalam Keluarga dan MasyarakatPeran perempuan dalam keluarga dan peran perempuan dalam masyarakat sangat ditentukan oleh kedudukannya baik dalam keluarga, maupun dalam masyarakat. Dengan kata lain, peran seseorang ditentukan oleh kedudukannya, karena kedudukan, seseorang mendapatkan wewenang untuk melaksanakan fungsinya sesuai dengan kedudukannya. Misalnya, seorang pejabat bisa melaksanakan fungsinya karena wewenang yang diberikan atau diterimanya. Demikan pula dengan peran perempuan di tengah keluarga dan di tengah masyarakat tergantung pada kedudukannya di dalam keluarga dan dalam Nunuk Murniati, seseorang atau kelompok dapat berperan sesuai dengan kemampuannya apabila ia atau mereka mempunyai wewenang untuk melaksanakan fungsinya. Wewenang merupakan hak untuk menentukan sesuatu atau memutuskan sesuatu, maka wewenang sangat erat hubungannya dengan kedudukan seseorang atau kelompok orang Nunuk Murniati, 1997 81. Dengan kata lain, kedudukan sesorang turut menentukan pengaruhnya secara optimal terhadap lingkungannya. Misalnya ketika perempuan hanya ditempatkan sebagai ibu rumah tangga, maka peran yang dimainkannya hanya mempengaruhi atau memberikan sumbangan khusus bagi lingkup keluarganya saja atau hanya terbatas dalam ruang lingkup keluarga. Sedangkan laki-laki yang ditempatkan sebagai kepala keluarga memiliki kedudukan atau wewenang yang lebih besar dibandingkan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Dalam arti tertentu, laki-laki memiliki kekuasaan lebih atas isterinya dan anak-anaknya. Sehingga keputusan selalu di tangan laki-laki. Misalnya, apakah isterinya boleh atau tidak mencari nafkah atau bekerja, menyangkut pendidikan dan masa depan anak-anak, khususnya anak laki-laki dan anak perempuan, bahkan sampai masalah kebutuhan biologis pun ditentukan oleh kaum laki-laki. Oleh sebab itu, kedudukan perempuan di dalam keluarga dan masyarakat sangat menentukan ruang gerak dan perannya dalam keseluruhan kehidupan keluarga dan keluarga kedudukan dan peran perempuan dan laki-laki seringkali dibedakan atau dikontraskan. Misalnya, perempuan dipandang dan dianggap sebagai yang mempunyai tugas, peranan dan tanggung jawab besar dalam keluarga. Mereka harus melayani suami dengan setia, mendidik anak-anak dengan baik, pokoknya melaksanakan semua kebutuhan dan keperluan rumah tangga, dari memasak, menyiapkan makanan, mencuci, menyetrika, melayani tamu, membersihkan rumah, dan masih banyak lagi status yang harus disandang kaum perempuan. Sedangkan kaum laki, dipercayakan untuk menghidupi keluarganya dengan mengusahkan nafkah baik lahir maupun batin. Persoalan domestikasi merupakan persoalan yang seringkali ditemukan dan menjadi bahan kajian, diskusi bahkan perdebatan banyak kalangan, baik perempuan maupun pula dalam masyarakat, kaum perempuan dan laki-laki memiliki peran yang berbeda sesuai dengan kedudukan yang telah ditentukan oleh masyarakat bagi mereka. Misalnya, terdapat perbedaan pekerjaan yang dilakukan mereka dalam kelompoknya, juga status dan kekuasaan yang dimiliki tidak sama. Menurut Mosse ada beberapa faktor yang mengakibatkan perbedaan peran dalam masyarakat, mulai dari lingkungan alam, hingga cerita dan mitos-mitos yang digunakan untuk memecahkan teka-teki perbedaan jenis kelamin, mengapa perbedaan itu tercipta dan bagaimana dua orang yang berlainan jenis kelamin dapat berhubungan dengan baik berdasarkan sumber daya alam di sekitarnya Mosse, 2004 5.Ternyata peran seseorang juga dipengaruhi oleh kelas sosial, usia dan latar belakang etnis. Misalnya di Inggris sekitar abab XIX, ada anggapan bahwa kaum perempuan tidak pantas bekerja di luar rumah guna mendapatkan upah. Namun perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa anggapan tersebut hanya berlaku bagi perempuan kelas menengah dan kelas atas. Sedangkan kaum perempuan kelas bawah diharapkan bekerja sebagai pembantu bagi kaum perempuan yang dilahirkan tidak untuk bekerja sendiri. Contoh di atas memberikan gambaran bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran dan kedudukan yang berbeda baik dalam keluarga maupun dalam yang telah diungkapkan bahwa salah satu topik yang banyak mengandung perdebatan di antara para pemerhati perempuan adalah mengenai persamaan dan perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Pertanyaan yang selalu muncul adalah "Apa yang lebih penting bagi pemberdayaan perempuan? Apakah pengakuan bahwa mereka sama dengan laki-laki ataukah pengakuan bahwa mereka berbeda dengan laki-laki?" Pengakuan bahwa perempuan dan laki-laki sama, yaitu sama-sama sebagai manusia yang mempunyai pikiran, perasaan dan pendapat, memang dibutuhkan oleh perempuan, karena selama berabad-abad pengakuan tersebut disangkal. Namun ternyata isi dari pikiran, perasaan dan pendapat perempuan tidaklah sama dengan isi dari pikiran, perasaan dan pendapat laki-laki, karena peran mereka yang berbeda dalam keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, menurut Hardy, pengakuan akan perbedaan antara perempuan dan laki-laki menurut pengertian di atas sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan perempuan Hardy, 1998 121.Menurut de Beauvoir, dalam budaya patriarki, kehidupan ekonomi, sosial dan politik perempuan bukan hanya dibatasi, melainkan juga tidak diakui, yang terjadi adalah perempuan hidup untuk menunjang kehidupan ekonomi, sosial dan politik laki-laki. Melalui institusi ekonomi, sosial, dan politik, budaya patriarkat mencetak citra diri perempuan sesuai dengan citra ideal perempuan sebagai jenis kelamin kedua dalam pandangan patrialkal. Setidaknya ada empat institusi budaya patriarkat yang menurut de Beauvoir menguasai hidup perempuan dengan intensitas yang berbeda-beda sesuai dengan fase hidup perempuan, yaitu fase balita, sekolah, remaja, perkawinan, dan hari tuanya. Keempat institusi ini saling melengkapi dalam menciptakan dunia perempuan sebagai dunia yang sudah pasti, statis atau dunia buatan yang tidak bisa diubah de Beauvoir, 2005 48-50. Institusi-institusi yang dimaksudkan Beauvoir adalah Keluarga, Pendidikan, Perkawinan dan Hukum Lembaga KeluargaKeluarga merupakan lembaga pertama kali yang menginternalisasikan nilai-nilai perempuan sebagai objek. Sejak kecil perempuan diajarkan untuk bergembira dengan cara menyenangkan orang dewasa melalui sikap manja, manis, dan sopan. Sementara laki-laki, sejak kecil didorong untuk menjadi "laki-laki" dengan diajarkan untuk "tidak cengeng atau menangis, karena menangis hanya untuk anak perempuan". Demikian pula sebaliknya, jika anak perempuan yang berlaku seperti laki-laki, misalnya bermain seperti laki-laki dianggap nakal, ia akan dicap sebagai anak tomboi. Perilaku seperti ini dianggap mengancam "keperempuanannya". Sedangkan kenakalan anak laki-laki dipandang sebagai hal yang biasa dan tidak terlalu dipusingkan. Aktivitas anak perempuan pun dibatasi dalam rumah saja, terutama membantu ibu menyelesaikan pekerjaan rumah, sehingga sejak kecil anak laki-laki pun sudah diajarkan untuk menyadari bahwa tanggung jawab pekerjaan rumah tangga adalah menjadi bagian dari tanggung jawab perempuan de Beauvoir, 2005 49.b. Lembaga PendidikanInternalisasi nilai-nilai perempuan sebagai sosok yang santun atau sopan, dan manis serta selalu menyenangkan orang lain dilanjutkan oleh lembaga pendidikan. Di sekolah, melalui sikap para guru dan afirmasi dari teman-temannya, nilai inferioritas ini diinternalisasikan perempuan dengan semakin kuat de Beauvoir, 2005 49. c. Lembaga Hukum NegaraMasyarakat ikut memperkuat internalisasi nilai-nilai inferior perempuan melalui mitos-mitos dan tata nilai yang mengharuskan perempuan sedapat mungkin melindungi tubuhnya dari tatapan laki-laki, bersikap santun, membiarkan laki-laki menggoda dan bersikap kurang ajar kepadanya. Sikap dan perilaku laki-laki yang demikian terhadap perempuan dianggap "memang laki-laki biasa begitu". Pandangan dan perilaku yang tidak adil atau kekerasan yang dialami kaum perempuan dibenarkan oleh lembaga hukum, melalui pasal-pasalnya mengatur dan membatasi ruang gerak perempuan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara de Beauvoir, 2005 50.d. Lembaga Perkawinan Masyarakat patriarkal melihat lembaga perkawinan sebagai penjaga moral mereka dan merupakan satu-satunya lembaga yang secara moral membenarkan aktivitas seksual perempuan. Aktivitas seksual bagi perempuan dianggap sebagai wujud pelayanan tertinggi pada suami dan spesies manusia. Perempuan harus siap melayani kapan saja suaminya menginginkan tubuhnya. Menurut de Beauvoir, pembatasan budaya patriarkal terhadap kehidupan perempuan telah mencapai wilayah yang sangat pribadi dan mendasar, yaitu kemampuan perempuan untuk mengartikan sendiri kenikmatan yang dirasakannya melalui tubuhnya de Beauvoir, 2005 52.Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat merupakan akibat dari pembagian pekerjaan secara seksual. Peran perempuan selalu dikaitkan dengan ruang lingkup domestik, sedangkan peran laki-laki selalu dikaitkan dengan ruang lingkup publik. Peran-peran tersebut diajarkan pada anak perempuan dan laki-laki sejak dini, kecil, sehingga perbedaan peran secara seksual ini tampak alamiah. Kemudian melalui pranata-pranata dalam masyarakat peran tersebut mendapatkan legitimasinya Hardy, 1998 121.Sedangkan dari perspektif gender melihat bahwa subordinasi perempuan dalam sektor publik bukan karena faktor biologis, melainkan lebih diakibatkan oleh faktor kultur. Dalam perspektif gender, kondisi biologis sepanjang masa akan tetap sama, yakni terdiri dari laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis itu menjadi bermakna politis, ekonomis, dan sosial ketika tatanan kultural dalam masyarakat mengenal pembagian kerja secara hirarkis antara perempuan dan laki-laki. Ketika faktor kultural ditransformasikan bersama faktor biologis ke dalam masalah sosial dan politik, akhirnya menyebabkan subordinasi perempuan oleh laki-laki di sektor publik maupun domestik. Dengan kata lain, kultur menjadi suatu simbol dalam penajaman perbedaan seksual Freeman, 1970 6.Sulit disangkal bahwa arus globalisasi telah mempengaruhi dan ikut mengubah gaya hidup masyarakat serta kebudayaan manusia jaman sekarang. Pengaruh dan perubahan tersebut turut membawa aneka pilihan bagi perempuan dalam berperan aktif di tengah-tengah keluarga, dan Peran Perempuan dalam Keluargaa. Konteks HistorisBagaimana posisi kaum perempuan dalam keluarga di jaman sekarang? Menurut. Suryakusuma 1981 8 keluarga adalah penunjang suatu sistem masyarakat, melalui tiga cara, yakniSebagai unit ekonomi, tempat untuk reproduksi, pembentukan angkatan kerja yang baru dan juga sebagai arena konsumsi; sehingga pekerjaan domestik, seperti perempuan hamil, melahirkan, dan menyusui dipandang tidak produktif dan tidak bernilai. Perendahan fungsi reproduksi yang melekat pada perempuan, mengakibatkan perendahan nilai tenaga kerja perempuan Nunuk Murniati, 2004 260.Sebagai tempat pembentukan kesatuan keluarga secara ideologis yang memiliki sistem nilai-nilai, kepercayaan, agama, tradisi, sosial, kebudayaan, dan juga konservatisme yang dipupuk dari kecil; unit terkecil dari bagian masyakarat ini, melahirkan atau mencetak manusia-manusia seperti yang "diharapkan" atau ditentukan oleh masyarakat, melalui internalisasi nilai, norma dan idiologi atau falsafah hidup yang dianut tempat terbentuknya suatu kesatuan "biososial", yaitu terjadi hubungan alamiah antara ibu-bapak-anak yang dikonstruksi secara sosial. Di sinilah bibit konsep keunggulan laki-laki itu ditanamkan. Karena perempuan mempunyai "kodrat" tertentu, maka wajarlah bila fungsinya yang utama adalah di rumah untuk menangani masalah reproduksi, sosialisasi dan utama yang dimainkan oleh perempuan dalam lingkup keluarga adalah berlaku sebagai seorang isteri yang mendampingi seorang laki-laki sebagai suaminya. Di samping sebagai isteri, ia juga menjadi ibu bagi anak-anak yang lahir dari rahimnya. Setereotif peran perempuan sebagai yang memelihara anak, mengurus suami dan membereskan urusan rumah tangga sudah menjadi bahasa sehari-hari atau terpaksa dihayati oleh kebanyakan perempuan. Sedangkan kaum laki-laki ditempatkan sebagai kepala keluarga yang berurusan dengan soal nafkah. Contohnya, dalam masyarakat Jawa, dikenal adanya mitos tentang peran perempuan, yaitu "ma-telu", artinya tiga "ma", yakni masak, artinya memasak, macak, artinya berhias dan manak, artinya melahirkan. Ketiga peran ini menempatkan kaum perempuan dalam ruang lingkup domestik, yaitu sebagai ibu yang baik yang hanya berperan dalam keluarga atau rumah tangga. Sedangkan kaum laki-laki memiliki lima peran yang dilawankan dengan mitos peran perempuan di atas, yakni "ma-lima". Mitos ini berisi lima kenikmatan yang secara kultural dipahami dan diterima sebagai kecenderungan yang melekat pada kaum berjenis laki-laki. Lima "ma", yaitu main, minum, madat, maling dan madon, yang sama artinya dengan, judi, minum, mengisap candu, mencuri, dan main perempuan. Betapa pun peran-peran jenis tersebut berupa mitos atau prasangka, namun pembedaan peran antara perempuan dan laki-laki yang diskriminatif tersebut telah menjadi bagian dari perbincangan yang sepihak dan tidak komunikatif dalam hidup sehari-hari di tengah-tengah masyarakat Primariantari, dkk, 1998 8. Mosse mengatakan bahwa ibu rumah tangga di seluruh dunia telah melakukan berbagai macam tugas yang memiliki satu kesamaan atau mata rantai rumah dengan penghuninya. Mereka merawat anak, memenuhi suplai pangan keluarga, baik dari ladang keluarga maupun pasar swalayan setempat. Mereka mencuci pakaian, di sungai atau dengan mesin cuci. Mereka juga ikut memberi sendikit penghasilan bagi keluarga melalui pekerjaan paruh waktu dengan upah rendah yang tidak membahayakan pekerjaan utamanya, yakni mengurus rumah tangga dan keluarganya. Namun hal yang terpenting mengenai ibu rumah tangga, yang mempertautkan mereka di seluruh dunia, bukanlah apa yang dilakukan oleh mereka, melainkan keadaan dan hubungan dimana mereka melakukannya. Menurut Mosse, pekerjaan rumah tangga merupakan salah satu aspek pembagian kerja berdasarkan gender, dimana laki-laki cenderung melakukan pekerjaan yang dibayar, dan perempuan mengerjakan pekerjaan yang tidak dibayar. Maka, tidak mengherankan pekerjaan perempuan sebagai ibu rumah tangga seringkali dinilai rendah Mosse, 2004 45. Sebagian besar perempuan sampai sekarang cenderung lebih banyak berperan di sektor domestik, yakni melaksanakan tugas rumah tangga yang notabene tidak menghasilkan uang. Namun harus diakui pula bahwa kesedian perempuan melaksanakan tugas domestik, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci, menyetrika dan lain sebagainya itu, sebenarnya berfungsi positif bagi kaum laki-laki, yakni memiliki kesempatan untuk dapat terlibat dalam sektor publik, namun kenyataan ini tetap saja bersifat counter productive, karena mematikan hak-hak perempuan yang ingin mengekspresikan kemampuan atau potensinya Suyanto dan Susanti, 1996 87.b. Perubahan Sosial dalam MasyarakatProses industrialisasi dan kemajuan teknologi informasi telah membawa dampak pada perubahan sosialisasi peran perempuan dalam keluarga. Demikian pula dengan dampak dari modernisasi dan industrialisasi dalam masyarakat Indonesia telah membawa perubahan dalam peran perempuan, baik di tengah keluarga, maupun dalam masyarakat. Jumlah kaum perempuan yang bekerja di luar rumah, misalnya di pabrik-pabrik, semakin meningkat, diikuti pula oleh fenomena meningkatnya jumlah perempuan yang menjadi kepala rumah tangga. Dampak industrialisasi yang secara langsung telah mengubah peran perempuan dalam keluarga adalah dampak urbanisasi dan migrasi, dimana laki-laki dan perempuan pergi ke kota-kota atau ke luar negeri, meninggalkan keluarga, anak-anak dan orang tua untuk mencari pekerjaan dan nafkah yang sulit didapat di daerahnya. Keadaan ini memunculkan keluarga-keluarga dengan kepala keluarga tunggal, yaitu laki-laki atau perempuan. Di desa-desa, misalnya dapat dijumpai isteri-isteri yang memegang peran menyeluruh baik sebagai kepala keluarga, pencari nafkah, pengasuh dan pendidik anak serta mengurus rumah tangga. Singkatnya, proses industrialisasi dan kemajuan teknologi informasi membawa dampak pada perubahan sosialisasi peran perempuan dalam keluarga, juga dalam masyarakat. Hal ini nyata dari semakin meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja di luar rumah, serta menjadi kepala rumah sekarang keluarga-keluarga pada umumnya terpencar di seluruh negeri. Hal ini, terjadi karena mobilitas sosial dan kesulitan mencari lowongan pekerjaan. Dimana tuntutan hidup semakin banyak, perempuan mengikuti karier atau suami mereka, sehingga harus tinggal jauh dari tempat asal mereka. Walaupun tempat tinggal mereka berjauhan, namun dengan bantuan sarana komunikasi yang semakin canggih, misalnya, telpon, telkom, dan alat transportasi yang lancar membuat mereka tetap merasakan kenyataan tentang diri mereka, sebagai satu keluarga. Walaupun tidak jarang kenyataan hidup seperti ini telah mengakibatkan banyak keluarga mengalami keretakan dan kehancuran. Ternyata, keadaan dan situasi hidup akhirnya membuat kaum perempuan harus memutuskan, mengerjakan dan melakukan apa pun yang selama ini merupakan tanggung jawab bersama antara suami-isteri atau laki-laki-perempuan Wardah Hafidz, 1997 27-28. Dengan kata lain, dorongan untuk mempertahankan hidup keluarga, terutama keluarga-keluarga miskin, mengakibatkan banyak perempuan "terpaksa" bekerja apa saja, misalnya di lahan pertanian, industri-industri atau pabrik-pabrik, dan di berbagai sektor ekonomi lainnya. Ketika perempuan bekerja di bidang pertanian, biasanya pertanian tradisional, mereka dianggap sebagai tenaga kerja keluarga, yang tugasnya hanyalah membantu, oleh sebab itu, mereka diberi upah rendah. Ketika muncul kebijakan yang terkenal dengan sebutan "revolusi hijau", tenaga kerja perempuan di sektor pertanian juga terpinggirkan dan digantikan dengan mesin-mesin yang memerlukan tenaga kerja laki-laki. Kondisi ini, memaksa banyak perempuan untuk keluar dari desa mereka, berimigrasi ke kota-kota untuk bekerja di pabrik-pabrik industri makanan dan minuman. Kenyataan lain, menunjukkan bahwa peran perempuan "di luar rumah", tidak hanya terbatas pada soal kelangsungan hidup atau sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup keluarga, karena ternyata ada banyak perempuan yang sudah mapan ekonomi keluarganya, tetapi masih berusaha "keluar rumah". Fakta bahwa perempuan terlibat dalam berbagai kegiatan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran dalam diri perempuan untuk memberikan sumbangan perannya bagi perubahan sosial. Motivasi kaum perempuan untuk "keluar" rumah dan bekerja atau terlibat dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat merupakan bukti dari kesadaran kaum perempuan untuk mengaktualisasikan diri. Singkatnya, perempuan jaman sekarang tidak lagi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga yang menjalankan fungsi reproduksi, mengurus anak dan suami atau pekerjaan domestik lainnya, tetapi telah berubah seturut tuntutan hidup dan perubahan jaman serta berkat kesadaran baru yang muncul dari kaum perempuan sendiri untuk memperkembangkan hidupnya, keluarga dan Peran Perempuan dalam MasyarakatDemikian pula dengan peran perempuan di tengah-tengah masyarakat telah mengalami pergeseran yang signifikan. Dulu perempuan dipandang tabu untuk tampil di depan publik, namun sekarang ada banyak perempuan yang terlibat dalam bidang-bidang kemasyarakatan dan keorganisasian, perempuan mulai tampil dan mengisi ruang peran perempuan dalam masyarakat merupakan bagian dari perubahan peran aktif perempuan dalam lingkup domestik atau dalam keluarga. Perempuan mulai mengambil peran dalam menentukan masa depan keluarga baik menyangkut masa depan anak-anak, ekonomi keluarga, pendidikan, maupun kesejahteraan seluruh anggota keluarga serta kesejahteraan masyarakat. Walaupun dalam kenyataannya belum seberapa banyak jumlah perempuan yang terlibat secara langsung dalam semua bidang Faktor-Faktor yang Mendukung Peran Aktif Perempuan dalam MasyarakatAda beberapa faktor yang mendukung atau menunjang peran aktif perempuan dalam keterlibatan di tengah-tengah masyarakat atau di ruang publik jaman sekarang, diantaranya1 Kesadaran EmansipasiPerubahan peran perempuan yang terjadi dalam masyarakat tidak bisa dilepaskan dari gerakan emansipasi dewasa ini. Dimana muncul kesadaran dalam diri perempuan bahwa mereka mempunyai hak pribadi lebih dari hak sebagai isteri. Tuntutan atas hak ini menjadikan kaum perempuan tidak puas berada di bawah suaminya. Tuntutan atas kesadaran bahwa perempuan dan laki-laki mememiliki hak dan kebebasan sebagai pribadi yang sama sangat dipengaruhi oleh perjuangan gerakan feminis liberal di Amerika. Prinsip falsafah liberalisme, yakni semua orang diciptakan dengan hak-hak yang sama, dan setiap orang harus mempunyai kesempatan yang sama untuk memperkembangkan kaum perempuan untuk menuntut hak yang sama dengan laki-laki telah menampakkan hasil yang signifikan, walaupun belum maksimal. Oleh sebab itu, dukungan dan perjuangan semua pihak sangat menentukan dan mempengaruhi perjuangan perempuan dalam menuntut haknya yang sama dengan laki-laki. Hendaknya, baik laki-laki maupun perempuan, suami dan isteri, keluarga dan masyarakat, agama dan negara mendorong ke arah tercapainya cita-cita emansipasi, supaya tidak ada lagi subordinasi terhadap salah satu spesies manusia, laki-laki atau perempuan, yang pada hakekatnya diciptakan memiliki harkat dan martabat sama di hadapan Sang Visi Pembangunan Bangsa Indonesia Demi Kesejahteraan RakyatHampir seluruh negara di dunia sekarang menyadari bahwa pembangunan manusia tidak akan bisa dicapai tanpa pemberdayaan dan kesetaraan gender. Menurut, Suyanto dan Susanti, kegiatan dan program pembangunan yang semata-mata mementingkan pertumbuhan ekonomi dan tidak memiliki visi gender, niscaya akan menimbulkan pemiskinan dan ketimpangan sosial Suyanto dan Susanti, 1995 86.Peluang perempuan untuk keluar dari pekerjaan wilayah domestik didukung oleh upaya negara untuk memberdayakan kaum perempuan, misalnya tampak dari arahan dan kebijakan untuk pemberdayaan perempuan dalam GBHN 1999 bagian pertama, "Meningkatkan kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender".Lewat konsep kemitrasejajaran perempuan dan laki-laki dalam GBHN diharapkan perempuan akan lebih banyak berpartisipasi dalam pembangunan. Walaupun dalam kenyataannya kebijakan negara tersebut mengandung kontradiksi, karena di satu sisi negara tetap mempertahankan konsep perempuan sebagai ibu rumah tangga, sementara di sisi lain, kaum perempuan didorong untuk bekerja di luar Faktor-faktor yang Membatasi Peran Aktif Perempuan dalam MasyarakatDi samping faktor yang menunjang, juga terdapat faktor-faktor yang membatasi atau menghambat peran kaum perempuan dalam Pekerjaan Rumah Tangga Perempuan Walaupun memiliki status atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, kaum perempuan harus berhadapaan dengan segala persoalan berkaitan dengan urusan rumah tangga. Peran secara seksual yang dikenakan masyarakat, menghambat keterlibatan perempuan secara optimal dalam berbagai bidang kehidupan kemasyarakatan. Menggunakan istilah Wolfman 1989 29, perempuan harus memainkan "peran ganda", walaupun perempuan telah menduduki jabatan yang tidak bersifat tradisional, namun mereka harus pula melaksanakan tanggungjawab rumah tangga yang sifatnya Pemujaan machismo atau Pola Kultur SeksisMachismo merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang sudah mengakar dalam seluruh struktur masyarakat. Paham atau pandangan semacam ini mempengaruhi kehidupan seksual, prokreatif, kerja dan kehidupan emosional perempuan serta menentukan hubungan kemitraan antara laki-laki dan perempuan. Paham machisme dikuatkan oleh idiologi-idiologi tertentu yang lahir dari masyarakat, negara dan agama. Contohnya, ketika Megawati Sukarno Putri, yang kebetulan terlahir sebagai perempuan, hendak mencalonkan diri menjadi Presiden, ia harus berhadapan tidak hanya dengan lawan politiknya, tetapi juga paham agama yang tidak menghendaki seorang perempuan menjadi pemimpin bagi laki-laki atau pemimpin negara. Muncul reaksi keras dari agamawan-agamawan dan masyarakat yang tidak menghendaki seorang perempuan menjadi pemimpin. Meskipun di jaman sekarang banyak kaum perempuan telah dapat menduduki jabatan atau pekerjaan setara dengan kaum laki-laki, namun emansipasi perempuan masih harus berhadapan dengan reaksi keras dari kaum laki-laki yang masih memposisikan dirinya sebagai yang superior dan pandangan masyarakat tentang peran perempuan dan laki-laki yang Perspektif Negatif Perempuan terhadap DirinyaDi jaman sekarang masih dijumpai banyak perempuan yang memandang rendah dirinya, lemah, tidak berdaya, inferior, tergantung pada laki-laki, tidak sepandai, seaktif, dan seproduktif laki-laki. Hal inilah yang memunculkan kendala bagi kaum perempuan untuk mengambilbagian secara total dalam kegiatan-kegiaan publik. Memang harus diakui bahwa perspektif perempuan yang negatif terhadap dirinya merupakan bagian dari konstruksi sosial yang lahir dari masyarakat pola Struktur dan Pranata Sosial yang Bias GenderMasyarakat dengan sistem nilai yang dianutnya telah melanggengkan situasi dimana kaum perempuan berada di bawah laki-laki. Setereotif-setereotif negatif atau nilai-nilai yang mengandung bias gender telah merasuk ke dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan. Seperti keluarga, pendidikan, keagamaan, dan negara. Melalui struktur dan pranata sosial ini, manusia yang terlahir sebagai perempuan dipandang sebagai makhluk kelas dua, lemah, tidak berdaya, perlu dilindungi atau dalam istilah budaya patriarkal "dikuasai", bahkan "diperbudak" contoh kasus-kasus Tenaga Kerja Wanita adalah perbudakan perempuan jaman modern. Pencitraan diri perempuan sebagai yang ideal menurut laki-laki pada awalnya lahir dari pranata keluarga sebagai masyarakat inti bagian dari masyarakat. Kemudian diteruskan lagi dalam dunia pendidikan dengan internalisasi nilai-nilai dan wawasan berspektif gender. Selanjutnya, perempuan harus menyenangkan orang lain dengan membentuk keluarga ideal seperti yang diharapkan oleh masyarakat, agama dan negara yang adalah Arnoldus Ajung, Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Bagi beberapa orang, gambaran suami yang bekerja dan istri yang mengurus anak-anaknya di rumah merupakan hal yang biasa saja. Bahkan, gambaran tersebut mungkin menjadi semacam standar “keluarga sempurna” bagi mereka. Namun, orang juga bisa berpendapat bahwa gambaran tersebut melambangkan opresi terhadap perempuan. Pandangan bahwa perempuan “seharusnya” tinggal dirumah dan mengurus anak bisa dianggap sebagai upaya laki-laki untuk membatasi potensi singkat di atas menggambarkan bagaimana gender role, atau peran gender dapat dilihat melalui berbagai perspektif. Secara fungsional pembagian peran diperlukan untuk menjaga keseimbangan masyarakat. Sedangkan secara kritis pembagian peran dapat dipandang sebagai usaha superordinat untuk mempertahankan mengenai peran gender, khususnya peran gender dalam keluarga sendiri nampak seperti sesuatu yang tidak ada habisnya. Bahasan mengenai peran gender dalam keluarga dapat dilacak hingga awal tahun 1700-an. Pada masa itu, seorang bangsawan Jerman Dorothea von Velen mengkritik, dan berhasil mengubah kebijakan kerajaan terkait pembatasan peran perempuan pasca-pernikahan John, 1962. Lebih lanjut, pada tahun 1970 Perancis membebaskan perempuan dari otoritas laki-laki dalam keluarga Ferrand, Hal ini membuktikan bahwa diskursus mengenai peran gender dalam keluarga mengalami perkembangan dari tahun ke menjadi pertanyaan adalah, apakah peran gender hanya bisa dilihat melalui perspektif diperlukan dan tidak diperlukan? Apakah semua keluarga mengalami dilema yang sama mengenai keberadaan peran gender?Peran Gender dalam Perspektif KelasMasyarakat sejatinya terbagi dalam kelas-kelas yang bersifat hierarkis. Konsep ini disebut sebagai stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial umumnya dibagi melalui indikator ekonomi, namun bagi Weber, stratifikasi tidak hanya terkait dengan indikator material seperti ekonomi. Stratifikasi sosial juga erat kaitannya dengan indikator-indikator yang bersifat non-material, seperti status kehormatan dan hubungan sosial Macionis, 2010. Pada umumnya, stratifikasi membagi masyarakat menjadi tiga bagian, yaitu kelas atas, menengah, dan bawah. Menggunakan perspektif ini, kita dapat membagi keluarga menjadi tiga bagian pula, keluarga kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Lalu sebenarnya apakah hubungan antara peran gender dan perspektif kelas?.Kita dapat melihat bahwa konsepsi peran gender antara keluarga dari kelas satu dengan keluarga dari kelas lainnya ternyata berbeda. Dengan kata lain, kelas memiliki dampak terhadap pemaknaan keluarga mengenai bagaimana gender berperan. Bagi keluarga kelas bawah yang berjuang melawan tekanan ekonomi, konsepsi peran gender yang kaku menjadi tidak relevan. Trail dan Karney 2012 mengemukakan bahwa dalam keluarga dengan penghasilan rendah, baik istri maupun suami sama-sama mengharapkan pekerjaan yang layak. Hal ini menunjukkan bahwa peran gender tradisional di mana suami mencari nafkah dan istri mengurus rumah tangga tidak berlaku di keluarga kelas bawah. Baik suami maupun istri sama-sama berkerja karena tuntutan peran gender dalam keluarga kelas bawah juga didukung oleh riset dari Haryanto 2008 yang membahas tentang peran aktif wanita dalam peningkatan pendapatan rumah tangga miskin. Riset yang dilakukan di daerah Trenggalek menunjukkan bahwa wanita turut menyumbang pendapatan rumah tangga yang cukup signifikan dengan bekerja sebagai pemecah peran gender dalam keluarga kelas bawah juga dapat dilihat dari pola pengasuhan anak. Dalam kasus ini, kepengurusan anak menjadi komunal dan dilakukan secara spontan. Tidak jarang dan fungsi sosialisasi nilai anak diserahkan kepada lingkungan sosial karena kesibukan orangtua keluarga kelas bawah tersebut. Bahkan dalam risetnya, Epstein 1961 mengemukakan bahwa anak dari keluarga kelas bawah turut dipekerjakan untuk membantu kondisi ekonomi halnya dengan keluarga kelas bawah, keluarga kelas atas juga tidak terikat dengan konsepsi peran gender yang kaku. Crompton dan Lyonette 2005 menyatakan bahwa keluarga kelas atas yang memiliki pendidikan dan tingkat pendapatan tinggi mendorong kaburnya peran gender. Relasi gender yang hadir dalam keluarga tersebut bersifat egaliter, di mana baik laki-laki maupun perempuan memiliki posisi yang setara dalam proses pengambilan peran gender dalam keluarga kelas atas juga dapat dilihat dari perspektif pasar. Keluarga kelas atas memiliki akses ke pasar yang menyediakan berbagai jenis peran yang mereka inginkan. Peran perempuan dalam mengurus anak dapat digantikan oleh pengasuh. Peran perempuan di dapur juga dapat digantikan dengan kehadiran catering dan rumah makan. Hal ini menunjukkan bahwa konsepsi mengenai peran gender merupakan hal yang tidak relevan baik dalam keluarga kelas atas, maupun kelas bagaimana dengan konsepsi peran gender “ideal” yang digambarkan di atas? Agaknya permasalahan mengenai bagaimana laki-laki dan perempuan harus berperan dalam keluarga menjadi masalah eksklusif yang hanya dialami oleh kelas menengah. Konsep middle-class trap ternyata juga berlaku di dalam relasi gender. Keluarga kelas menengah tidak cukup miskin untuk mengalami krisis dan melakukan pembagian kerja komunal. Di lain pihak, keluarga kelas menengah juga tidak cukup kaya untuk mampu membeli peran-peran yang telah disediakan oleh pasar. Ya, dari argumen di atas dapat dilihat bahwa peran gender “ideal” sepertinya hanya berlaku di keluarga kelas gender pada dasarnya bukanlah merupakan konsep yang sederhana. Peran gender sejatinya selalu hadir dalam relasi antar-pasangan, baik dalam bentuk yang terlihat maupun tidak terlihat. Bagaimana pera gender dimanifestasikan dalam hubungan sesama jenis? lalu indikator apa yang digunakan untuk membagi kelas dalam masyarakat? Kedua pertanyaan tersebut merupakan contoh kritik terhadap tulisan ini. Namun penulis berharap tulisan ini dapat menyajikan perspektif baru dalam memandang peran gender di masyarakat, melalui perspektif kelas.
Jakarta - Kesetaraan gender dalam relasi keluarga merupakan salah satu pondasi mewujudkan ketahanan keluarga masa kini. Di dalam lingkup keluarga, kesetaraan gender dapat dimulai dengan berbagi peran antara suami dan istri dalam mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga, termasuk praktek pengasuhan dan perlindungan anak ke Harvard Business Review, hadirnya suami yang ikut berperan dalam mengerjakan tugas rumah tangga dalam jangka waktu yang lama juga berpotensi terhadap perubahan besar dalam norma-norma gender, baik itu di rumah dan di tempat kerja. Berikut beberapa alasan mengapa kesetaraan gender penting untuk diterapkan di dalam keluarga seperti dikutip dari Human Rights Finansial KeluargaFinansial sering sekali menjadi satu masalah bagi pasangan yang telah berkeluarga. Bahkan, kondisi finansial yang kurang terencana dengan baik tak jarang berujung pada perceraian. Membiarkan istri bekerja merupakan salah satu penerapan kesetaraan gender di rumah. Studi menunjukkan perempuan yang bekerja juga turut berpartisipasi dan berdampak baik bagi finansial dalam keluarga. Anak Tumbuh Lebih SehatUrusan mengasuh anak sering sekali menjadi stereotip tugas perempuan. Padahal, mengurus anak dan mendidik anak merupakan tanggung jawab suami dan istri. Suami yang ikut berperan dalam mengasuh anak tentunya akan berdampak terhadap anak. Studi menunjukkan anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang setara gender akan lebih baik daripada mereka yang dibesarkan dengan KeharmonisanPenelitian menunjukkan bahwa kesetaraan gender berkaitan dengan keharmonisan baik dalam rumah bahkan hingga negara. Ketika suatu negara menerapkan kesetaraan gender seperti dalam pendidikan dan pekerjaan, hal itu akan mendorong keharmonisan. Di dalam keluarga, menerapkan kesetaraan gender dengan berbagi peran dan menghargai satu sama lain tentu akan membuat keluarga menjadi lebih Role Model bagi AnakPenerapan kesetaraan gender dalam keluarga bisa dimulai dengan berbagi peran domestik antara suami dan istri. Para suami yang menjadi mitra domestik inilah yang nantinya bisa menjadi role model bagi anak-anak. Anak perempuan yang mempunyai ayah yang ikut menjadi bagian dalam peran domestik umumnya cenderung memiliki karier dan harga diri yang tinggi. Sementara, anak laki-laki akan memiliki pandangan yang setara tentang peran perempuan dan laki-laki di rumah dan di tempat itulah keempat alasan kesetaraan gender sangat penting untuk diterapkan di keluarga saat ini. Mengingat pemahaman kesetaraan gender di Indonesia masih kurang banyak disadari, Kecap ABC berkontribusi mendukung penuh semangat kesetaraan gender melalui program Koki Muda Sejati 2020."Koki Muda Sejati 2020 akan memperkuat komitmen Kecap ABC, yaitu semangat kesetaraan gender yang harus dimulai dalam keluarga di rumah," ujar Head of Legal & Corporate Affairs Kraft Heinz Indonesia & PNG Mira Buanawati dalam keterangan tertulis, Sabtu 29/8/2020.Sebelumnya, Kecap ABC juga telah menghadirkan program Suami Sejati Masak di tahun 2018 sebagai inisiatif sosial mendukung kesetaraan gender di Indonesia. Kali ini, Koki Muda Sejati 2020 diluncurkan untuk menyebarkan pemahaman kesetaraan gender kepada generasi muda. Kecap ABC percaya hal ini akan menjadi modal besar mereka dalam berkeluarga nantinya. Simak Video "Tepis Stigma Seputar Perempuan Karir, Simak Kisah Mereka" [GambasVideo 20detik] mul/mpr
apakah dalam keluargamu ada perubahan peran laki laki dan perempuan